Kumpulan Cerita Fabel untuk Menyelesaikan Tugas Bahasa Indonesia, Kumpulan Cerita Fabel Terbaru 2015 singkat, jelas dan berparagraf..
MUJAIR DAN MERAH
Di sebuah hutan, terdapat rawa yang dihuni
oleh beberapa jenis ikan. Di antaranya adalah sekelompok ikan mujair yang
hidupnya sangat tenteram dan bahagia. Namun ketenangan mereka terganggu sejak
seekor ular merah, atau si Merah sering mencari mangsa di tepi sungai. Ular
selalu memakan apa pun yang dapat ia makan, termasuk ikan mujair yang hidup di
sungai.
Suatu hari ular sedang berjalan dengan perut
lapar. Kebetulan semalam hujan turun dengan deras, sehingga air sungai meluap.
“Ah…karena sungai banjir, semua makananku
pasti habis terbawa arus sungai,” keluh si Merah. Matanya berusaha mengawasi
rawa-rawa sambil tetap berjalan pelan. Matanya bersinar ketika melihat
seekor anak mujair ada di rawa. Dengan sigap si Merah menangkap anak mujair dan
memakannya. Setelah si Merah kenyang, ia segera pulang ke rumahnya.
Sementara itu orang tua ikan mujair sangat
sedih setelah tahu kalau anaknya dimakan oleh si Merah. Beberapa hari kemudian
si Merah kembali datang ke rawa dengan tujuan mencari makan untuknya juga untuk
anak-anaknya. Tiba-tiba muncullah ayah mujair.
“Hai, Merah. Mengapa kau memangsa anakku?
Apakah kau lupa akan perjanjian kita, bahwa di antara ikan dan ular tidak boleh
saling memangsa?” Si Merah segera teringat sebuah perjanjian yang pernah
dijelaskan oleh ibunya. Antara ular dan ikan memang tidak boleh saling
memangsa. Kalau ada yang melanggar, maka ia akan celaka.
“Aku ti…tidak lupa !” jawab si Merah takut.
“Lalu kenapa kau memakan anakku?” si Merah
tidak dapat menjawab. Seluruh tubuhnya benar-benar gemetar. Ia takut kalau
nanti akan mendapat celaka karena telah melanggar perjanjian.
“Sebagai gantinya kau harus menyerahkan salah
satu anakmu pada kami. Hutang nyawa harus dibayar nyawa!”
“Baiklah, aku akan serahkan anakku.”
Keesokan harinya ular datang kembali sambil
membawa salah satu anaknya. Dengan sangat terpaksa ia menyerahkan anaknya itu
pada ikan mujair. Untunglah ikan mujair tidak membunuh anak ular itu. Ikan
mujair hanya mengurung anak ular itu dan suatu saat akan dikembalikan lagi
kepada induknya. Mulai saat itu si Merah tidak berani lagi memakan ikan mujair.
Ia juga selalu mengingatkan anak-anaknya agar tidak memangsa ikan mujair.
(Amad Sholeh, Teater Asba SMP Negeri 23
Purworejo, 2007)
KEANGKUHAN SI REULI
Pagi terasa damai ketika terdengar riuhnya
suara kokokan ayam. Seekor burung merak bernama Reuli dengan beberapa temannya
berkumpul untuk mencari makan. Belum lama mereka berkumpul, datanglah seekor
elang yang dikenal dengan sebutan Pangeran Satria, wajahnya sangat tampan
dan berhati emas. Hampir seluruh burung betina sangat mengaguminya. Begitu juga
dengan Reuli. Kedatangan Satria beserta dayang-dayangnya rupanya membawa kabar
bahwa Pangeran Satria hendak mencari pendamping.
“Aku tidak membutuhkan kecantikan dan
keanggunan. Hanya yang berhati tuluslah yang akan menjadi pendampingku!” kata
Pangeran. Mendengar itu, hati Reuli berbunga-bunga. Ia yakin akan terpilih
menjadi pendamping Pangeran. Ia merasa memenuhi persyaratan yang diajukan
Pangeran. Namun Reuli tidak sadar kalau ia mempunyai saingan yang cukup berat,
yaitu si Utari, seekor burung merpati. Memang wajahnya tidak terlalu cantik
tetapi ia sangat baik hati. Sering Reuli menghina Utari. Namun Utari terus
bersabar.
Ketika tiba hari penentuan pendamping untuk
Pangeran Satria, Reuli berdandan dengan sangat berlebihan. Kemudian segera
bersiap menyambut kedatangan Pangeran. Namun rupanya sudah banyak temannya yang
menanti Pangeran, bahkan hingga berdesakan. Reuli yang angkuh pun tidak mau
kalah. Ia segera mendesak teman-temannya agar bisa sampai pada barisan
terdepan. Ia tidak sadar, karena berdesakan itulah, bulu-bulu indahnya berubah
menjadi sangat kotor. Tubuhnya berbau sangat tidak enak. Banyak temannya yang
menjauh karena tidak tahan mencium bau tubuh Reuli. Begitu juga Pangeran, ia
segera pergi menjauhi Reuli. Reuli sangat kaget. Ia hanya bisa menangis
memandang kepergian Pangeran.
Seluruh burung telah memperkenalkan diri pada
Pangeran. Namun tidak ada satu pun yang berkenan di hati Pangeran. Ketika
Pangeran bingung hendak memutuskan calon pemdampingnya, datanglah Utari yang
langsung memperkenalkan diri. Rupanya Pangeran terpesona oleh keramahan,
kelembutan, dan kerendahan hati Utari. Ia pun memutuskan untuk menjadikan Utari
sebagai pendampingnya. Mendengar keputusan Pangeran, Reuli sadar kalau
kecantikan yang selama ini dibanggakannya ternyata tidak berarti. Ia lalu
meminta maaf pada Utari atas sikapnya selama ini. Ia juga berjanji akan
berusaha mengubah sikap buruknya. Ia juga akan belajar rendah hati dan bersabar
untuk melengkapi kecantikan yang telah dimilikinya.
(Apriliani, Teater Asba SMP Negeri 23
Purworejo, 2007)
LEBAH DAN SEMUT
Dahulu pada zaman Nabi Sulaiman, hidup banyak
sekali lebah. Salah satu di antaranya adalah Dodo. Dodo adalah anak lebah yang
telah ditinggal mati ibunya. Waktu itu ibunya meninggal digigit kalajengking.
Kini ia hidup sebatang kara. Oleh karena itulah ia memutuskan untuk hidup
mengembara. Hingga akhirnya ia tiba di gurun pasir yang luas. Di tengah gurun
itu Dodo merasa haus dan lapar.
“Aku harus segera mencari makan dan air, tapi
aku harus mencari di mana?” pikir Dodo. Tetapi Dodo tidak mau menyerah. Ia
bersikeras mencari makanan dan air. Setelah cukup lama terbang, dari kejauhan
Dodo melihat air dan makanan. Namun setelah mendekat, ternyata yang dilihatnya
hanyalah hamparan pasir yang luas. Maka dengan kekecewaan, Dodo kembali terbang
menyelusuri gurun. Tidak berapa lama kemudian ia bertemu dengan seekor semut
yang sedang kesusahan membawa telurnya. Dodo pun mendekati semut itu.
“Hai, semut. Siapakah namamu?”
“Namaku Didi. Namamu siapa?”
“Aku Dodo. Kamu mau jadi sahabatku?” Didi
mengangguk senang.
“Baguslah! Kalau begitu mari kita mencari air
dan makanan bersama?” Didi kembali mengangguk.
Mereka bergegas pergi untuk mencari makanan.
Setelah cukup lama menyusuri gurun, mereka menemukan sebuah mata air yang
berair bersih dan segar. Di samping mata air itu terdapat sebatang pohon kurma
yang berbuah lebat dan sangat manis. Didi dan Dodo sangat gembira. Mereka
segera minum dan makan sepuasnya.
Setelah mereka benar-benar kenyang, mereka
segera mencari tempat tinggal. Dua hari kemudian mereka menemukan tempat
tinggal yang menurut mereka tepat. Yaitu di sebuah padang rumput yang luas.
Mereka tidak akan kekurangan makanan karena di tepi padang rumput itu
terdapat banyak pohon buah-buahan dan sebuah mata air yang sangat bersih. Didi
dan Dodo hidup dengan rukun. Semakin hari persahabatan mereka semakin erat.
Mereka pun hidup dengan aman, tenteram dan bahagia.
(Fitri Wijayanti, Teater Asba SMP Negeri 23 Purworejo,
2007)
KEHARUAN SEEKOR ANJING
Pagi yang begitu patah dengan rasa si Anjing
dalam menanamkan hatinya pada kupu-kupu yang sedang menari-nari di taman saat
si Anjing menjaga rumah majikannya yang bernama pak Bolot. Keharuan si Anjing
datang di saat tarian kupu-kupu semakin indah dan semakin lucu.
Si Anjing mencoba untuk menirukan tarian
kupu-kupu, namun tidak dapat dicapainya. Anjing berkata.
“Kenapa aku tidak bisa seperti mereka.,
padahal kata pak Bolot aku cantik?” kata si Anjing kesal
“Percuma aku cantik kalau tidak dapat menari.”
Si Anjing tetap mencoba menirukan kupu-kupu tetapi ia tetap tidak bisa.
Dengan keharuan itu si Anjing menangis. Si
Kupu menangkap suara tangisan si Anjing, lalu mendekatinya.
“Anjing, kenapa kau menangis?” tanya si Kupu.
“Aku tidak bisa menari dan terbang sepertimu!
Padahal kata majikanku aku sangat cantik.” Jawab si Anjing. Si Kupu mencoba
menasehati si Anjing. Tidak lama kemudian turunlah hujan. Si Kupu bersama
teman-temannya segera pergi mencari tempat berteduh.
Setelah beberapa hari. Si Anjing merusak taman
di sekitar rumah pak Bolot, agar si Kupu bersama teman-temannya tidak lagi
dapat menari-nari di taman. Setelah beberapa lama, datanglah si Kupu bersama
teman-temannya. Si Kupu melihat si Anjing yang sedang merusak taman menjadi
marah.
“Tunggu…, kenapa kamu merusak taman disini?”
tanya si Kupu
“Memangnya kenapa? Ini kan tama milik
majikanku? Bukan milikmu?”
“Memang ini bukan tamanku! Tapi kau telah
merusak tanaman yang tidak bersalah!” pertengkaran semakin ramai, namun sedikit
mereda ketika pak Bolot datang dengan wajah marah karena melihat tamannya yang
indah menjadi berantakan.
“Siapa yang telah merusak tamanku ini?” tanya
pak Bolot. Si Anjing kemudian mengaku kalau ia yang merusak taman. Ia juga
memberikan alasannya. Ternyata si Anjing telah menganggap kalau kupu-kupu telah
mencuri madu yang ada pada bunga. Pak Bolot tersenyum, ia kemudian menjelaskan
bahwa kupu-kupu tidak mencuri madu. Pandai menari, terbang dan menghisap madu
adalah kodrat setiap kupu-kupu. Si Anjing kini sadar akan kesalahannya. Ia
segera minta maaf pada si Kupu dan teman-temannya, maupun pada pak Bolot.
(Jumali, Teater Asba SMP Negeri 23 Purworejo,
2006)
SI MONYET YANG NAKAL
Di sebuah hutan, tinggallah seekor monyet yang
sangat nakal dan suka membuat kerusuhan. Dia bernama Moli. Suatu hari Moli
sedang berebut makanan dengan monyet lainnya. Padahal makanan itu bukan milik
Moli, tetapi ia tetap berniat untuk mendapatkannya.
“Hai, Moli. Jangan kau merebut makananku.
Kenapa kau suka mengambil milik orang lain?”
“Biar saja, memangnyatidak boleh.terserah
saya, dong!” akhirnya monyet pemilik makanan itu mengalah kemudian monyet itu
pulang dan menceritakan sikap Moli kepada warga di hutan. Monyet itu juga
menasehati warga hutan agar tidak berteman dengan Moli dan menjauhi Moli yang
nakal.
Sejak saat itu Moli merasa kesepian karena
tidak ada satu hewan pun yang mau berteman dengannya. Beberapa hari kemudian
Moli bergegas pergi meninggalkan hutan. Ia berharap dapat memperoleh teman di
daerah lain. Sepanjang jalan Moli sangat murung. Hingga akhirnya ia bertemu
dengan seekor burung. Burung itu sangat heran meilat kemurungan Moli.
“Hai, teman. Mengapa wajahmu sangat murung?”
sapa burung itu.
“Saya pergi dari huta. Karena semua hewan di
huta selalu menganggapku jahil dan suka menang sendiri!” jawab Moli.
“Tidak uash sedih, saya bisa membantumu.”
Burung pun menasehati Moli agar tidak mengulangi kesalahannyadan menghindari
sifat nakalnya. Tetapi Moli tidak memperdulikan nasehat burung. Moli justru
merasa tersinggung, kemudian ia segera pergi meninggalkan tempat itu.
Sewaktu Moli melanjutkan perjalanan, ia
bertemu dengan monyrt yang pernah diganggunya. Tetapi Moli enggan meminta maaf,
ia malah membuat keributan lagi dengan monyet itu. Mereka pun saling adu mulut
hingga akhirnya terjadi pertengkaran antara mereka. Di tengah pertengkaran yang
kemudian berlanjut pada perkelahian, Moli jatu terpeleset ke jurang yang sangat
dalam. Mulai saat itu tidak terdengar lagi kabar Moli, si monyet yang
nakal.sepeninggal Moli, suasana dalam hutan terasa aman tenteram dan damai.
(Neny Erniawati, Teater Asba SMP Negeri 23
Purworejo, 2006)
KECERDIKAN MENUMBUHKAN KEBAIKAN
Di sebuah gurun pasir, hiduplah ular dan tikus
pasir. Sebenarnya ular sangat ingin memangsa tikus. Sedangkan tikus berusaha
mencari akal agar ular tidak lagi berniat memangsanya. Saat itu ular sangat
lapar, padahal ia sedang tidak mempunyai sedikit pun makanan. Sedangkan tikus
yang berada tidak jauh dari ular sedang asyik melahap makanannya. Ular merasa
tidak senang melihat kelakuan tikus.
“Dengarkan ucapanku, wahai, tikus yang angkuh!
Aku pasti akan mendapatkan tubuhmu yang mungil dan lezat itu!” teriak ular
mengancam tikus.
“Hei, Ular. Berusaha dan bekerjalah. Jangan
hanya berani mengancam. Kalau hanya mengancam, seekor semut pun bisa!” ular
sangat marah mendengar ejekan tikus. Ia lalu kembali ke sarangnya dengan perut
yang lapar. Sedangkan tikus masih lahap dengan makanannya.
Waktu terus berjalan, tetapi ular tidak juga
menemukan makanan. Ia juga enggan untuk keluar dari sarangnya. Sementara itu
tikus sudah lelap dalam sarangnya. Ular yang masih dalam keadaan lapar segera
mengandap-endap mendekati sarang tikus meski ia masih sangat kesal terhadap
tikus. Dan kini ular telah berada di sisi tikus yang sedang tidur pulas.
“Hei, Tikus. Aku sudah berada di sebelahmu dan
siap untuk menyantapmu!” kata ular mengagetkan tikus. Tikus segera terbangun
dari tidurnya. Sambil berpura-pura menguap, ia mulai memutar otak agar bisa
lolos dari cengkraman ular.
“Tunggu dulu Ular, sahabatku. Kalau kau ingin
memakanku, kau harus berpikir dulu. Kita hanya berdua di sini, tidak ada hewan
lain. Jika kau memakanku maka kau akan sendiri. Kau tidak akan mempunyai teman
yang dapat kauajak mencari makan. Kalau begitu kau tidak akan makan dan akhirnya
kau akan mati!” sejenak ular terdiam. Ia mencoba merenungkan nasehat tikus.
“Jadi kita tidak bisa hidup sendiri?”
“Tentu. Bukankah kita bisa berteman dan
tentunya kita dapat mencari makan bersama. Bukankah itu lebih menyenangkan
daripada nantinya setelah kau memakanku kau hanya akan hidup sendiri.” Ular
mengangguk tanda mengerti.
“Baiklah kalau begitu maafkan aku!” Tikus pun
memaafkan ular. Mereka tersenyum bahagia, kemudian beranjak mencari makanan
bersama-sama.
(Nurngaini Solihati, Teater Asba SMP Negeri 23
Purworejo, 2007)
PERTOLONGAN MEMBAWA BAHAGIA
Di sebuah tembok rumah yang indah, terdapat
beberapa ekor cicak yang sedang melata. Salah satunya adalah cicak buruk rupa
yang nasibnya selalu malang. Ia selalu diejek oleh teman-temannya.
Suatu hari, ia merambat pada sebuah dinding
sambil merenung. Berbagai bayangan dan impian menyatu dalam pikirannya.
“Kenapa nasibku begitu malang? Kenapa semua
teman-temanku selalu membenciku? Akankah aku bahagia seperti hewan lain?” kata
cicak. Tiba-tiba datang seekor nyamuk, sahabat cicak.
“Kenapa kau murung, wahai cicak?” tanya nyamuk
khawatir
“Nyamuk sahabatku, kenapa aku merasa selalu
malang?”
“Cicak, sebenarnya kau diciptakan penuh
kelebihan. Kau dapat merambat di dinding tanpa jatuh. Kau dapat mengecoh
lawanmu dengan memutus ekormu saat kau ada dalam bahaya. Mengapa kau masih saja
bersedih?”
“Aku tidak disukai teman-temanku karena aku
berwajah buruk!”
“Tenanglah, teman! Semuanya pasti akan
berakhir, asalkan kau sabar.” Nyamuk terus menghibur hati cicak.
“Terima kasih kau telah membuatku kembali
bersemangat.” Nyamuk hanya tersenyum. Kemudian pergi meninggalkan cicak.
Cicak pulang dengan hati yang tenang. Dalam
hati ia berjanji untuk tidak menyakiti nyamuk, apalagi memakannya. Di tengah
jalan, ia melihat rombongan teman-temannya yang sedang mencari makanan, yaitu
nyamuk. Cicak berusaha mencegah. Ia takut kalau nyamuk sahabatnya akan menjadi
mangsa teman-temannya. Namun, teman-teman cicak justru marah ketika mendengar
larangan cicak. Cicak pun menggunakan berbagai cara untuk mencegah
teman-temannya.
“Nyamuk-nyamuk itu juga berhak hidup seperti
kita. Jadi kita tidak berhak merampas kehidupan yang diberikan Tuhan pada
nyamuk nyamuk itu. Bukankah kita bisa mencari makanan yang lain, yang tidak
merugikan makhluk lain?” mendengar itu, cicak-cicak sadar kalau selama ini
mereka telah berbuat salah. Mereka segera meminta maaf pada cicak. Dan mereka
berjanji tidak akan menyakiti, bahkan memakan nyamuk lagi. Cicak merasa puas.
Ia bisa menyadarkan teman-temannya, juga melindungi nyamu, sahabatnya. Hari ini
cicak sangat senang, karena hari ini ia dapat berguna bagi makhluk lain.
(Ponimah, Teater Asba SMP Negeri 23 Purworejo,
2006)
KATAK DAN SIPUT
Di sebuah sungai terdapat sekelompok katak
yang sedang berenang. Salah satunya bernama Kungkong. Kungkong mempunyai sifat
baik hati. Suatu haru Kungkong bertemu dengan Pori, siput yang hendak
menyeberangi sungai. Padahal air sungai sedang meluap.Kungkong pun berniat
memberi bantuan.
“Hai Pori, apakah kau membutuhkan bantuanku?”
“O…aku tidak membutuhkan bantuanmu!”jawab
Pori.
“Maaf jika kau merasa tersinggung, Pori.”
“Tidak, aku tidak tersinggung. Aku hanya akan
membuktika kalau aku bukan hewan lemah yang setiap saat perlu kau tolong!”
jawab Pori sinis.
Dengan berjalan pelan-pelan, Pori mulai menunjukkan
kehebatannya pada Kungkong. Namun tanpa disangka, tubuh pori terseret arus
sungai yang cukup besar. Pori berteriak minta tolong
“Tolong, tolong aku!” Kungkong yang telah
pergi meninggalkan Pori mendengar teriakan Pori. Sejenak ia terdiam sambil
berusaha menangkap suara minta tolong yang datang dari arah sungai. Kungkong
berniat menolong, kemudian ia pun berlari menuju sungai.
Namun rupanya di tepi sungai sudah banyak
hewan, termasuk teman-temannya. Kungkong pun mengajak teman-temannya untuk menyelamatkan
Pori.
“Untuk apa kita menyelamatkan Pori yang
sombong dan tidak tahu terima kasih itu?” jawab teman-temannya.
Dengan tekad yang bulat, kungkong menyelam
dalam sungai seorang diri. Ia berusaha mencari Pori yang ternyata ada di dekat
bebatuan. Kungkong segera membawanya ke darat.
Setelah sadar dari pingsannya, Pori
mengucapkan banyak terima kasih pada kungkong. Ia juga meminta maaf atas
perbuatannya. Pori juga merasa malu karena telah menghina maksud baik Kungkong.
Kungkong juga meminta maaf kata-katanya telah menyakiti hati Pori.
Mereka tersenyum bahagia. Mulai saat itu Kungkong dan Pori menjadi sahabat yang
sangat erat.
(Rr. Tiyas Nurhayati, Teater Asba SMP Negeri
23 Purworejo, 2006)
SEMUT DAN LEBAH
Di sebuah taman tinggallah seekor semut dan lebah.
Mereka ingin sekali berebut kemenangan. Pada pagi yang cerah ketika lebah
sedang terbang ke sana-kemari, dia baru menemukan ide untuk mempersiapkan
kemenangan lomba dengan semut.
Lebah berkata,”Hai, semut aku sudah punya ide.
Bagaimana kalau kita berlomba mencari madu yang ada di taman ini?”
Semut menjawab,”Oke, aku setuju.”
Pada waktu perlombaan dimulai, semut berbuat
curang. Dia memanggil teman-temannya untuk menempatkan dirinya masing-masing di
beberapa pohon. Ketika lebah sudah menemukan madu di sebuah pohon, dia sangat
bahagia. Lebah merasa dirinya yang paling hebat dan cerdik, tapi dia terkejut
ketika melihat seekor semut sedang menghisap madu di pohon itu. Lebah merasa
dipermainkan.
Semut berkata.”Hai, lebah kau sekarang kalah
dalam perlombaan ini, akulah yang paling hebat dan cerdik dari kamu, karena
akulah yang lebih dulu menemukan madu di pohon ini.” Walaupun lebah kalah, dia
tidak mudah putus asa, dia terus berjuang.
Pada suatu hari, lebah terbang ke sana-kemari
mencari makanan. Tapi ketika lebah terbang di dekat sarang semut, dia mendengar
dan melihat sekelompok semut sedang membicarakan perlombaan dengan lebah
dan berniat jahat untuk mengalahkan lebah. Lebah baru tahu apa yang dilakukan
semut dalam perlombaan ini.
Ketika siang hari yang cerah, lebah membalas
perbuatan kepada semut. Lebah memanggil teman-temannya untuk menghancurkan
sarang semut. Dengan tiba-tiba sekelompok lebah menyerbu sekelompok semut.
Akhirnya semut menyerah kepada lebah. Karena semut takut kalau rahasianya akan
terbongkar, dia berjanji tidak akan mengulangi perbuatan semua ini. Semut sadar
kalau selama ini dia telah berbuat tidak baik kepada lebah, dia langsung
meminta maaf. Lebah juga minta maaf dan dia juga memaafkan semut. Akhirnya
mereka berjanji akan selalu menjadi sahabat yang baik dan setia.
(Wuri Handayani, Teater Asba SMP Negeri 23
Purworejo, 2006)
HARIMAU YANG TERJERUMUS
Di sebuah hutan, tinggallah binatang-binatang
yang kehidupannya aman dan tenteram. Tetapi sejak kedatangan harimau buas,
sering terjadi kerusuhan di hutan karena harimau itu sering mengacau. Namun ada
satu binatang yang berani menentang harimau, yaitu Pena si kucing jantan.
Sampai suatu hari, harimau yang biasa
dipanggil Harim, membuat keributan di rumah Pena. Pena yang melihat kalau Harim
sedang mengacau di rumahnya. Ia merasa sangat kasihan pada orang tuanya karena
itu ia segera mengambil tindakan. Pena berusaha mengalih kan perhatia Harim
“He..Harim, keluarlah, kalau kamu jantan
kejarlah aku!” Pena sengaja berkata dengan keras.
Mendengar teriakan Pena Harim merasa
ditantang. Ia pun segera keluar dari rumah Pena dan mulai mengejar Pena yang
telah berlari cukup jauh. Sedangkan itu Pena yang sedang dikejar Harim berusaha
mencari ide untuk membuat jera Harim. Tidak terasa mereka telah sampai di tengah
hutan. Ketika melihat sumur tua di tengah hutan, Pena pun mendapat ide. Ia
sangat yakin kalau harimau yang kelihatannya parkasa dan menakutkan belum tentu
mempunyai otak yang cemerlang.Pena segera berhenti ketika sampai di tepi sumur.
“Sekarang kamu mau kemana, ha?” kata Harim
sambil memamerkan giginya
“Tunggu dulu Harim! Kalau kau mau memangsaku,
kau harus kalahkan dulu temanku yang hendak menantangmu. Dan temanku itu
bersembunyi dalamsana.” Kata Pena sambil menunjuk pada sumur tua itu.
Kemudian Harim mendekati sumur dan ia segera
menunjukkan giginya yang runcing. Tapi alangkah kagetnya Harim, karena hewan
yang ada dalam sumur itu mengikuti gerakannya dengan sangat mirip. Harim
memamerkan cakarnya yang tajam, tapi hewan itu juga menirukannya dengan persis.
Kini Hari sangat marah . tanpa berpikir panjang ia segera melompat masuk dalam
sumur. Dan tidak lama kemudian Harim telah mati.
Pena tersenyum puas karena dapat mengelabuhi
Harim. Sebenanya ia tidak tega. Tetapi itu adalah balasan yang setimpal atas perbuatannya
pada binatang penghuni hutan. Karena kecerdikannya itu, ia di kenal sebagai
hewan yang cerdik, pandai, cerdas dan pemberani.
(Yunarsih, Teater Asba SMP Negeri 23
Purworejo, 2006)
PATIH BUAYA YANG KORUPSI
Di sebuah sungai, tinggallah sekelompok buaya
yang dipimpin oleh seorang raja yang arif bijaksana. Raja buaya selalu
memikirkan kehidupan rakyatnya, sehingga raja sangat disayangi dan dicintai
rakyatnya. Rakyat buaya pun hidup makmur dan tenteram.
Pada musim penghujan, keadaan buaya sedang menderita
karena banjir melanda sungai. Rakyat buaya kebingungan dan tidak tahu harus
berbuat apa. Melihat rakyat buaya menderita, raja merasa harus bertanggung
jawab atas rakyatnya. Semakin hari raja semakin prihatin melihat pemderitaan
yang dialami rakyatnya. Akhirnya raja memutuskan untuk membagikan makanan yang
disimpannya untuk berjaga-jaga sewaktu musim hujan tiba. Dengan segera raja
mengutus kedua patihnya untuk membagikan makanan itu pada rakyatnya secara
adil. Kedua patih kepercayaan raja buaya dengan senang hati menerima titah
rajanya.
Kedua patih itu segera membagi-bagikan makanan
seperti apa yang diperintahkan raja. Namun pada waktu itu patih Karta melihat
patih Narta mengurangi setengah dari makanan yang akan dibagikan pada rakyat.
“Hai, Patih Narta. Kenapa kau memakan sebagian
makanan yang seharusnya diberikan pada rakyat?” Namun rupanya patih Narta tidak
mempedulikan larangan patih Karta. Ia bahkan mengatakan kalau patih Karta iri
melihat keberhasilannya mendapat sebagian dari makanan rakyat.
Dengan sabar patih Karta menasehati patih
Narta. Namun patih Narta justru mengejek nasehat patih Karta sehingga
terjadilah adu mulut antara keduanya.
“Apa hakmu melarangku berbuat sesuatu yang aku
sukai?”
“Tapi ini makanan milik rakyat! Lihatlah di
luar sana rakyat buaya sangat menderita. Mereka sedang kelaparan! Kalau kau
terus begini, kau akan kulaporkan kepada raja, agar kau dihukum dengan
setimpal!”
Namun belum sempat Patih Karta melapor ke
raja, Patih Narta menyerangnya dari belakang. Di antara mereka terjadi
perkelahian hebat. Keduanya sama-sama kuat. Namun di mana pun kejahatan pasti
kalah oleh kebenaran. Begitu juga dengan patih Narta. Ia pun mati. Kematiannya
bukan karena serangan patih Karta, melainkan kepalanya membentur batu besar di
tepi sungai karena terlalu bernafsu menyerang Patih Karta.
Hari itu juga Patih Karta melaporkan kejadian
itu pada raja buaya. Ia juga menceritakan tingkah laku Patih Narta. Mendengar
itu raja buaya sangat bangga pada Patih Karta yang sangat setia padanya. Sejak
itu kehidupan rakyat buaya semakin aman dan tenteram karena dipimpin raja yang
arif dengan seorang patih yang sangat setiaSemoga artikel ini bermanfaat ^_^
0 comments:
Post a Comment